Desentralisasi
merupakan wujud otonomi daerah di Indonesia telah berkembang pesat, tidak hanya
pada aspek pendidikan, kebudayaan, politik namun juga ekonomi. Desa sebagai
salah satu bagian pemerintahan paling kecil menempati posisi strategis menjadi
garda terdepan sebagai pembangunan manusia Indonesia. Sayangnya hal ini tidak
banyak disadari baik oleh pemerintah pusat, propinsi maupun daerah. Padahal
ujung tombak pembangunan daerah itu terletak di desa. Terlebih lagi pasca dikeluarkannya
PP No 72 Tahun 2005 yang menjabarkan beberapa peran strategis Desa. Saat inipun
tengah di godok undang-undang desa. Hal ini menandakan bahwa desa benar-benar
menjadi urat nadi pemerintahan yang perlu dibangun secara utuh.
Dalam
aspek perencanaan, ada banyak klausul yang menyebutkan (dalam PP tersebut)
keharusan desa mempersiapkan segala jenis rencana pembangunan secara matang
serta bertanggungjawab. Matang disini dapat dilihat dari pentingnya perencanaan
jangka panjang atau 5 tahunan (RPJMDes) hingga tah
unan (RKPDes maupun APBDes). Tanpa memiliki grand design focus pembangunan, desa akan berkembang secara serampangan. Sedangkan makna bertanggungjawab, bisa dilihat adanya aturan mengenai Alokasi Dana Desa/ADD serta penatausahaan keuangan desa. Salah satu perkampungan di tepi Sungai Mahakam Kutai Kartanegara Dana yang dikelola oleh masyarakat melalui ADD tanpa perencanaan yang matang akan terbuang sia-sia. Perencanaan yang dibuat pun akan parsial dan sekedar lebih memenuhi keinginan elit desa tanpa memperhatikan kebutuhan nyata terutama pengentasan kemiskinan atau peningkatan kesejahteraan warganya. Lantas bila demikian, untuk apa regulasi ADD diluncurkan oleh pemerintah pusat?
Pemerintah
daerah harus membangun seluruh unsur masyarakat desa untuk lebih dewasa dan
arif mengelola dana yang memang telah menjadi hak nya. Kearifan local perlu
dipertahankan sehingga pembangunan yang dijalankan dapat bersinergi dengan
kebutuhan budaya, social, ekonomi, pendidikan, agama maupun kebutuhan lain.
Namun berdasarkan pengamatan sekilas, masih banyak pemerintah daerah tidak
memperhatikan desa secara serius sehingga capacity building/peningkatan
kapasitas masyarakat desa (perangkat desa, LPM, BPD, PKK, Karang Taruna,
Petani, Nelayan dan lain sebagainya) sering terabaikan. Bapermas sebagai ujung
tombak pemda banyak yang belum memahami hakikat sesungguhnya bagaimana
membangun dan mendorong masyarakat desa merasa memiliki desanya. Maka dari itu,
tahapan RPJMDes, RKPDes, APBDes, Pertanggungjawaban kepala desa harus disinergikan
sebagai satu kesatuan yang utuh dalam membangun desa. Memang proses menuju desa
yang matang tidak semudah
unan (RKPDes maupun APBDes). Tanpa memiliki grand design focus pembangunan, desa akan berkembang secara serampangan. Sedangkan makna bertanggungjawab, bisa dilihat adanya aturan mengenai Alokasi Dana Desa/ADD serta penatausahaan keuangan desa. Salah satu perkampungan di tepi Sungai Mahakam Kutai Kartanegara Dana yang dikelola oleh masyarakat melalui ADD tanpa perencanaan yang matang akan terbuang sia-sia. Perencanaan yang dibuat pun akan parsial dan sekedar lebih memenuhi keinginan elit desa tanpa memperhatikan kebutuhan nyata terutama pengentasan kemiskinan atau peningkatan kesejahteraan warganya. Lantas bila demikian, untuk apa regulasi ADD diluncurkan oleh pemerintah pusat?
0 komentar:
Posting Komentar