Jumat, 14 April 2017

Jumat, 07 April 2017

Kamis, 06 April 2017

Rabu, 05 April 2017

Kerja

Hakekat Kerja merupakan bentuk atau cara manusia untuk memanusiakan dirinya
(modul Diklat Pim-LAN RI)

HUKUMAN
BEBAN
KEWAJIBAN
SUMBER PENGHASILAN
KESENANGAN
GENGSI, PRESTISE
AKTUALISASI DIRI
PANGGILAN JIWA
PENGABDIAN TULUS TANPA PAMRIH
HIDUP
IBADAH

Hambatan Proses Inovasi


  1. Pemimpin atau pihak-pihak yang menolak menghentikan program atau membubarkan organisasi yang di nilai telah gagal;
  2. Sangat bergantung pada High Performers bahkan Top Leaders sebagai sumber Inovasi;
  3. Walaupun Teknologi tersedia, tetapi struktur organisasi dan budaya kerja , serta proses birokrasi yang berbelit-belit menghambat berkembangnya Inovasi;
  4. Tidak ada Rewards atau Insentif untuk melakukan Inovasi atau mengadopsi Inovasi;
  5. Lemah dalam Kecakapan (Skills) untuk mengelola resiko atau mengelola perubahan
  6. Alokasi anggaran yang terbatas dalam system perencanaan jangka pendek;
  7. Tuntutan Penyelenggara pelayanan publik vs beban tugas administratif
  8. Budaya ‘cari aman’, status quo dan takut mengambil resiko dalam birokrasi masi terlalu kuat. 

Selasa, 04 April 2017

Minggu, 02 April 2017

Jumat, 10 Maret 2017

Musrembang


Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) desa untuk menyepakati Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP) tahun anggaran yang direncanakan. Musrenbang Desa dilaksanakan setiap bulan Januari dengan mengacu pada RPJM desa. Setiap desa diamanatkan untuk menyusun dokumen rencana 5 tahunan yaitu RPJM Desa dan dokumen rencana tahunan yaitu RKP Desa.
Musrenbang adalah forum perencanaan (program) yang dilaksanakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa, bekerja sama dengan warga dan para pemangku kepentingan lainnya. Musrenbang yang bermakna akan mampu membangun kesepahaman tentang kepentingan dan kemajuan desa, dengan cara memotret potensi dan sumber-sumber pembangunan yang tidak tersedia baik dari dalam maupun luar desa.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 tahun 2007, Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat (RKP-Desa) adalah do


kumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun dan merupakan penjabaran dari RPJM-Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutahirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa.
Setiap tahun pada bulan Januari, biasanya didesa-desa diselenggarakan musrenbang untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Penyusunan dokumen RKP Desa selalu diikuti dengan penyusunan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), karena suatu rencana apabila tanpa anggaran sepertinya akan menjadi dokumen atau berkas belaka. Kedua dokumen ini tidak terpisahkan, dan disusun berdasarkan musyawarah dan mufakat. RKP Desa dan APB Desa merupakan dokumen dan infomasi publik. Pemerintah desa merupakan lembaga publik yang wajib menyampaikan informasi publik kepada warga masyarakat. Keterbukaan dan tanggung gugat kepada publik menjadi prinsip penting bagi pemerintah desa.
RKP Desa ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa dan disusun melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tahunan atau biasa disebut musrenbang Desa. Dokumen RKPDesa kemudian menjadi masukan (input) penyusunan dokumen APB Desa dengan sumber anggaran dari Alokasi Dana Desa (ADD), Pendapatan Asli Desa (PA Desa), swadaya dan pastisipasi masyarakat, serta sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat.
Proses penyusunan dokumen RKP Desa dapat dibagi dalam tiga tahapan, tahapan tersebut adalah :
  1. Tahap Persiapan Musrenbang Desa,
Merupakan kegiatan mengkaji ulang dokumen RPJM Desa, mengkaji ulang dokumen RKP Desa tahun sebelumnya, melakukan analisa data dan memverifikasi data ke lapangan bila diperlukan. Analisis data yang dilakukan seringkali disebut sebagai “analisis kerawanan desa” atau ”analisis keadaan darurat desa” yang meliputi data KK miskin, pengangguran, jumlah anak putus sekolah, kematian ibu, bayi dan balita, dan sebagainya. Hasil analisis ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan penyusunan draft rancangan awal RKP Desa dan perhitungan anggarannya.
  1. Tahap Pelaksanaan Musrenbang Desa
Merupakan forum pertemuan warga dan berbagai pemangku kepentingan untuk memaparkan hasil “analisis keadaan darurat/kerawanan desa”, membahas draft RKP Desa, menyepakati kegiatan prioritas termasuk alokasi anggarannya. Pasca Musrenbang, dilakukan kegiatan merevisi RKP Desa berdasarkan masukan dan kesepakatan, kemudian dilakukan penetapan dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Desa.
  1. Tahap Sosialisasi
Merupakan sosialisasi dokumen RKP Desa kepada masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Dokumen RKPDesa selanjutnya akan menjadi bahan bagi penyusunan APB Desa. RKP Desa dan APB Desa wajib dipublikasikan agar masyarakat dapat terlibat dalam kegiatan dan melakukan pengawasan partisipatif terhadap pelaksanaannya.

Langkah – langkah penyusunan dokumen RKP Desa
  1. Pembentukan dan persiapan Pokja (Tim) Perencana Desa
Penyusunan RKP Desa merupakan kelanjutan dari proses penyusunan RPJM Desa, dan pelaksanaan kegiatannya tetap dijalankan oleh Pokja (Tim) Perencana Desa yang sama. Beberapa istilah sering dipergunakan untuk tim ini, yaitu Tim Penyelenggara Musrenbang (TPM) Desa atau Tim Penyusun RKP Desa. Istilah apa pun yang digunakan, intinya adalah tim yang bertugas menyelenggarakan dan memandu proses sejak dari persiapan, pelaksanaan musrenbang sampai paska musrenbang.
Keluaran (output) dari tahap ini adalah:
  • SK Kepala Desa tentang Pokja (Tim) Perencana Desa atau Tim Penyusun RKP Desa atau Tim Penyelenggara Musrenbang Desa yang bertugas memfasilitasi dan menyusun dokumen RKP Desa.
  • Pokja (Tim) Perencana desa yang siap menjalankan tugasnya setelah memperoleh pembekalan yang diperlukan.
Susunan tim ini biasanya sebagai berikut:
  • Kepala Desa selaku pembina dan pengendali kegiatan;
  • Sekretaris Desa selaku penanggungjawab kegiatan (Ketua Tim);
  • Lembaga Pemberdayaan Kemasyarakatan Desa selaku penanggungjawab pelaksana kegiatan, termasuk membentuk tim pemandu.
Tugas-tugas tim RKP Desa ini antara lain: melakukan pertemuan/rapat-rapat panitia, membentuk Tim Pemandu, mengidentifikasikan peserta dan mengundang peserta, menyusun jadwal dan agenda, dan menyiapkan logistik.
Tim pemandu bertugas untuk mengelola proses dan memfasilitasi pertemuan/musyawarah seperti kegiatan kajian/analisis data, lokakarya desa, dan pelaksanaan musrenbang desa.
  1. Mereviuw (mengkaji ulang) Dokumen RPJM Desa
Pokja (Tim) Perencana Desa atau Tim Penyusun RKP Desa atau Tim Penyelenggara Musrenbang Desa melakukan reviuw terhadap dokumen RPJM Desa dan dokumen RKP Desa tahun lalu sebagai tahap awal pelaksanaan tugasnya. Bagi desa–desa yang sudah mempunyai RPJM Desa, penyusunan RKP Desa dilakukan dengan merujuk pada program dan kegiatan indikatif yang sudah disusun dalam dokumen rencana 5 tahun tersebut. Sedang bagi desa yang belum mempunyai RPJM Desa, pada tahap pra musrenbang RKP Desa harus dimulai dari penggalian kebutuhan dan permasalahan masyarakat melalui musyawarah dusun/RW.
  1. Analisis Data Kerawanan Desa
Untuk penyusunan RKP Desa, kajian desa bersama masyarakat (Participatory Rural Appraisal/PRA dengan proses yang cukup panjang yaitu musyawarah dusun/RW dan kajian kelompok sektoral) tidak perlu dilakukan. PRA cukup dilakukan setiap penyusunan RPJM Desa. Walau dokumen RPJM Desa sudah menyusun program dan kegiatan indikatif selama 5 tahun, namun data/informasi terkini perlu dicek kembali. Analisis data yang dilakukan disebut sebagai “analisis kerawanan desa” atau ”analisis keadaan darurat desa”. Hasil analisis ini akan menjadi salah satu materi yang dipaparkan saat pelaksanaan musrenbang.
Kegiatan ini melibatkan kepala dusun, pemuda dan perempuan. Hasilnya didampingkan dengan data tahun lalu, untuk dianalisa dan dicari program apa yang lebih baik dilanjutkan, ditambah, dikurangi, dan sebagainya. Jadi, sifat dokumen RPJM Desa tidaklah “harga mati” tetapi juga bukan berarti dengan mudah diubah/diganti program maupun kegiatannya.
Analisis data kerawanan ini digunakan untuk mengkaji ulang dokumen RPJM Desa, khususnya mengenai prioritas masalah dan kegiatan yang akan disusun untuk RKP Desa tahun berikutnya. Data-data kerawanan desa meliputi:
  • Berapa jumlah KK miskin sekarang;
  • Berapa warga yang menganggur sekarang;
  • Berapa anak yang putus sekolah dan yang rawan putus sekolah sekarang;
  • Berapa jumlah kematian ibu, bayi dan balita selama setahun terakhir;
  • Berapa orang (terutama ibu, bayi, balita) yang mengalami kurang gizi;
  • Berapa kasus wabah penyakit yang terjadi selama setahun terakhir;
  • Dan sebagainya yang dianggap isu-isu darurat/rawan terkait kemiskinan, gangguan kesejahteraan atau gangguan pemenuhan 10 hak dasar.
  1. Penyusunan Draft Rancangan Awal RKP Desa
Sama seperti cara penyusunan draft rancangan awal RPJM Desa, draft RKP Desa bisa dilakukan dengan Lokakarya Desa yang melibatkan warga masyarakat, bisa juga dilakukan dengan rapat Pokja (Tim) Perencana desa. Secara umum, langkah-langkah penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa sama saja, hanya penyusunan RKP Desa lebih ringkas/sederhana. Untuk RKP Desa dilakukan lokakarya desa. Peserta lokakarya adalah berbagai komponen desa (terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai Sekretaris dan beranggotakan : LPM, Tokoh Masyarakat dan Wakil Perempuan), biasanya juga melibatkan unsur kecamatan dan unsur UPTD atau SKPD.
Proses lokakarya penyiapan RKP Desa adalah sebagai berikut:
Persiapan:
Menyusun jadwal dan agenda, mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat mengenai agenda lokakarya desa, membuka pendaftaran/mengundang calon peserta, menyiapkan peralatan, bahan materi dan notulen.
Pelaksanaan:
  • Pendaftaran peserta lokakarya.
  • Pemaparan tujuan, metode serta keluaran lokakarya oleh Tim Perencana Desa.
  • Pemaparan dan analisa kebijakan dan arah program desa. Narasumber dari Desa: tokoh masyarakat, pengurus Kelembagaan Masyarakat Desa, LSM yang bekerja di Desa tersebut. Topik-topik pembahasannya adalah: Evaluasi pembangunan tahun sebelumnya (RKP Desa sebelumnya),Pemaparan dan analisa kegiatan di dalam dokumen RPJM Desa dan Pemaparan dan analisa keadaan darurat desa.
  • Pemaparan dan analisa kebijakan dan arah program supra desa. Narasumber: dari Kecamatan (Camat /yang mewakili, Kasi PMD, Kepala UPTD/yang mewakili) dan Kabupaten (DPRD dari Dapil yang bersangkutan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat).
  • Pengembangan draft rancangan awal RKP Desa : Penentuan draf prioritas pembangunan tahun yang akan datang dan Penyusunan draf matrik program dan kegiatan RKP Desa.
  • Penandatanganan berita acara dan penutupan lokakarya.
  1. Persiapan Teknis/logistik Musrenbang
Setelah dokumen draft RKP Desa tersusun, panitia pendukung bertugas untuk menyiapkan logistik (tempat, alat dan bahan/materi) untuk kegiatan pelaksanaan musrenbang. Undangan disebarkan kepada warga masyarakat dan pemangku kepentingan serta kegiatan diumumkan secara terbuka. Jadual dan agenda disusun oleh tim pemandu. Tim pemandu dan tim notulen mengadakan persiapan teknik memandu dan mendokumentasikan hasil musrenbang.
  1. Pelaksanaan Musrenbang RKP Desa
Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan pihak yang berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya (tahun yang direncanakan).
Perserta Musrenbang RKP Desa adalah berbagai komponen desa (terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai Sekretaris dan beranggotakan : LPM, Tokoh Masyarakat dan Wakil Perempuan), unsur Kecamatan, unsur SKPD, ditambah unsur DPRD dari daerah pemilihan (dapil) bersangkutan.
Tujuan musrenbang RKP Desa:
  • Menyusun prioritas kebutuhan/masalah yang akan dijadikan kegiatan untuk penyusunan RKP Desa dengan pemilahan sbb : Prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri dan dibiayai oleh APB Desa yang bersumber dari Pendapatan Asli Desa (PA Desa), Alokasi Dana Desa (ADD), dana swadaya desa/masyarakat, dan sumber lain yang tidak mengikat, dan Prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan desa sendiri yang dibiayai oleh APBD kabupaten/kota, APBD Propinsi, APBN.
  • Menyiapkan prioritas masalah daerah yang ada di desa yang akan diusulkan melalui musrenbang kecamatanuntuk menjadi kegiatan pemerintah daerah (UPTD dan atau SKPD);
  • Menyepakati Tim Delegasi Desa yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di desanya pada forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan program pemerintah daerah (UPTD dan atau SKPD) tahun berikutnya.
Penting untuk diperhatikan:
  1. Pada prakteknya, lebih banyak desa membawa usulan kegiatan skala desa ke musrenbang kecamatansehingga tidak dapat diakomodir oleh program supra desa terutama SKPD. Usulan yang dibawa dari desa ke atas semestinya yang bukan kegiatan skala desa, tapi kegiatan skala kecamatan atau kabupaten.
  2. Seringkali terjadi kesulitan dalam memilah antara kegiatan skala desa dengan skala kabupaten. Biasanya akan muncul usulan kegiatan baru yang di bawa oleh peserta musrenbang yang tidak mengikuti proses sebelumnya.
  3. SKPD dan anggota DPRD belum terlibat sehingga usulan untuk skala kabupaten kadang tidak sinkron dengan Rancangan Renstra SKPD.
  4. Masih minimnya keterlibatan warga miskin dan perempuan sehingga perlu diterapkan kuota jumlah peserta perempuan.
  5. Rapat kerja Pokja (Tim) Rencana Desa
Draft RKP Desa kemudian diperbaiki berdasarkan hasil musrenbang di dalam rapat Pokja (Tim) Perencana Desa. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dokumen RKP Desa oleh Kades.
  1. Penyusunan SK Kades tentang RKP Desa
Penyusunan draf Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP Desa dilakukan oleh sekretaris desa. Draft Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP Desa diserahkan kepada Kepala Desa untuk ditetapkan menjadi Surat Keputusan Kepala Desa tentang RKP Desa.
  1. Sosialisasi
Peraturan Desa dan peraturan pelaksanaannya wajib disebarluaskan kepada masyarakat oleh pemerintah desa. Materi Sosialiasasi adalah Lampiran SK RKP Desa yang memuat program dan kegiatan tahun bersangkutan. Media sosialisasi RKP Desa sebaiknya disesuaikan dengan kondisi masing – masing desa. Beberapa alternatif media sosialisasi yang bisa digunakan antara lain: Forum masyarakat baik formal maupun non formal, poster RKP Desa dan APB Desa, papan informasi desa, papan informasi dusun/RW/RT, dan sebagainya.
Sasaran sosialisasi di tingkat desa adalah: warga masyarakat pada umumnya, toga, tomas, Lembaga Masyarakat Desa (LKMD, PKK, RW, RT, dsb), kelompok-kelompok kepentingan (kelompok tani, kelompok pedagang, nelayan, perempuan pedagang kecil, dsb.).
Sasaran sosialisasi di tingkat supra desa adalah: Pemerintah (kecamatanBAPPEDASKPD terkait), DPRD (Komisi DPRD terkait, anggota DPRD dari perwakilan daerah pemilihan bersangkutan).
Untuk selengkapnya bisa lihat di sini




Jumat, 24 Februari 2017

Potensi Persoalan Dana Desa Menurut KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil kajian tentang sistem pengelolaan keuangan desa, baik Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD), Jumat (12/6/2015). Kajian tersebut dilatari setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Menurut Priharsa Nugraha selaku Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, pemberlakukan UU Desa berimplikasi pada disetujuinya anggaran dari sebesar Rp 20,7 triliun yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Per April 2015, pemerintah telah menyalurkan dana desa tahap pertama untuk 63 kabupaten lebih dari Rp 898 miliar.
Kajian yang dilakukan sejak Januari 2015 tersebut, KPK menemukan 14 temuan pada empat aspek, yakni regulasi dan kelembagaan; tata laksana; pengawasan; dan sumber daya manusia.

A. Aspek regulasi dan kelembagaan

  1. Belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa;
  2. Potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri;
  3. Formula pembagian dana desa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2015 tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan;
  4. Pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP Nomor 43 tahun 2014 kurang berkeadilan; serta
  5. Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien akibat ketentuan regulasi yang tumpang tindih.
Komisi anti rasuah juga menyoroti perubahan formula pembagian dana desa dari PP Nomor 60 Tahun 2015 menjadi PP Nomor 22 Tahun 2015. Pada Pasal 11 PP Nomor 60 Tahun 2014 formula penentuan besaran dana desa per kabupaten/kota cukup transparan dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Sementara, pada Pasal 11 PP No. 22 tahun 2015, formula pembagian dihitung berdasarkan jumlah desa, dengan bobot sebesar 90 persen dan hanya 10 persen yang dihitung dengan menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis.

B. Apek tata laksana

  1. Kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa;
  2. Satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) belum tersedia;
  3. Transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa masih rendah;
  4. Laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi; serta
  5. APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa.
Khusus untuk poin kelima, berdasarkan regulasi yang ada, mekanisme penyusunan APBDesa dituntut dilakukan secara partisipatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, tidak selamanya kualitas rumusan APBDesa yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan prioritas dan kondisi desa tersebut.
Misalnya, Desa X yang kondisinya minim infrastruktur dan proporsi jumlah penduduk mayoritas miskin, justru memprioritaskan penggunaan APBDesa untuk renovasi kantor desa yang kondisinya masih relatif baik. Atau Desa Y yang memprioritaskan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) perdagangan cengkeh meski daerahnya minim infratruktur.

C. Aspek pengawasan

  1. Efektivitas Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah;
  2. Saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah;
  3. Ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.
D. Aspek sumber daya manusia
Potensi persoalan terletak pada tenaga pendamping yang dianggap berpotensi melakukan korupsi memanfaatkan lemahnya aparat desa. Hal ini berkaca pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan, dimana tenaga pendamping yang seharusnya berfungsi membantu masyarakat dan aparat desa, justru melakukan korupsi dan kecurangan.

Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa



Peraturan Menteri Keuangan ini sekaligus menjadi pedoman bagi kabupaten dan desa dalam menyalurkan, menggunakan, memantau serta mengevaluasi dana desa. Artinya pula, Kementerian Keuangan mengatur pengalokasian Dana Desa dari pusat hingga desa. Selain Permenkeu ini, ada tiga peraturan menteri yang menjadi pedoman pengelolaan Dana Desa dan Keuangan Desa yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015.
Pengalokasian dana desa sebagaimana diatur dalam Permen ini dihitung berdasarkan dua hal yakni alokasi dasar (90%) dan alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta kesulitan geografis desa (10%).

Alokasi Dana Desa untuk Kabupaten/Kota

Alokasi dana desa untuk kabupaten/kota yang dihitung yang memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta kesulitas geografis desa sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 dihitung dengan bobot sebagai berikut:
  1. 25% untuk jumlah penduduk
  2. 35% untuk angka kemiskinan desa
  3. 10% untuk luas wilayah desa
  4. 30% untuk tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota.
Sementara pengitungan rincian Dana Desa setiap kabupaten kota sebagaimana diatur pada pasal 4 ayat 3, menggunakan formula sebagai berikut: X = (0,25 x Y1) + (0,35 x Y2) + (0,10 x Y3) + (0,30 x Y40)
Keterangan:
X = Dana Desa kabupaten/kota yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis Desa setap kabupaten/kota
Y1 = rasio jumlah penduduk Desa setiap kabupaten/kota terhadap total penduduk Desa nasional
Y2 = rasio jumlah penduduk miskin Desa setiap kabupaten.kota terhadap total penduduk miskin Desa nasional
Y3 = rasio luas wilayah Desa setiap kabupaten/kota terhadap luas wilayah Desa nasional
Y4 = rasio Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) kabupaten/kota terhadap total IKK kabupaten/kota yang memiliki Desa
Kemudian di Pasal 4 ayat 4 dan pasal 5 ayat 1, diterangkan bahwa data jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan IKK kabupaten/kota bersumber dari kementerian yang berwenangan atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat bulan Agustus. Data hasil perhitungan rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota kemudian disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada saat Pembahasan Tingkat I Nota Keuangan dan Rancangan Undang-undang mengenai APBN untuk mendapat persetujuan. Selanjutnya, rincian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) ditetapkan berdasarkan pagu Dana Desa dalam UU tentang APBN.

Alokasi Dana Desa untuk Desa

Alokasi Dana Desa untuk desa didasarkan pada alokasi Dana Desa untuk kabupaten/kota. Bupati/walikota kemudian menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa untuk Desa. Selain itu, bupati.walikota harus menyediakan beberapa peraturan sebagimana diatur dalam pasa 11 ayat 2, antara lain:
  1. tata cata penghitungan rincian Dana Desa
  2. penetapan rincian Dana Desa
  3. mekanisme dan tahap penyaluran Dana Desa
  4. prioritas penggunaan Dana Desa
  5. penyusunan dan penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa
  6. sanksi berupa penundaan penyaluran dan pemotongan Dana Desa
Pada Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 pasal 9 ayat 1 perhitungan pengalokasian Dana Desa untuk Desa menggunakan perhitungan sebagai berikut :
  1. 25% untuk jumlah penduduk
  2. 35% untuk angka kemiskinan desa
  3. 10% untuk luas wilayah desa
  4. 30% untuk tingkat kesultian geografis desa setiap kabupaten.kota.
Kemudian, pada pasal 9 ayat 3 diterangkan perhitungan rincian Dana Desa setiap Desa menggunakan formulasi : W = (0,25 x Z1) + (0,35 x Z2) + (0,10 x Z3) + (0,30 x Z4)
Keterangan:
W = Dana Desa setiap Desa yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis setiap desa
Z1 = rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Z2 = rasio jumlah penduduk miskin Desa setiap terhadap total penduduk miskin Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Z3 = rasio luas wilayah Desa setiap terhadap luas wilayah Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Z4 = rasio Indeks Kesulitan Geografis (IKG) setiap Desa terhadap total IKG Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Pada pasal 10 ayat 2, IKG desa ditentukan oleh faktor-faktor:
  1. ketersediaan prasarana pelayanan dasar;
  2. kondisi infrastruktur
  3. aksesibilitas/transportasi

Penyaluran Dana Desa

Bab III Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 tentang penyaluran Dana Desa terdiri dari lima bagian yang terbagi menjadi sembilan pasal, yakni pasal 12 sampai dengan 20.
  1.  Kuasa Pengguna Anggaran yaitu Direktur Dana Perimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) Dana Desa. (Pasal 12 Ayat 1), dan tugas serta kewenangannnya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Dokumen Pelaksana Anggaran, KPA Dana Desa menyusun DIPA Dana Desa berdasarkan rincian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota (Pasal 13 Ayat 1). DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Dana Desa disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk mendapatkan pengesahan (pasal 13 ayat 2).
  3. Berdasarkan DIPA Dana Desa KPA Dana Desa menerbitkan SKPR DD. (SKPR DD, Surat Keputusan Penetapan Rincian Dana Desa adalah surat Keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran yang memuat rincian jumlah Dana Desa setiap Kabupaten/Kota dalam satu tahun anggaran.)
  4. Berdasarkan SKPR DD maka KPA Dana Desa menerbitkan SPP (Surat Permintaan Pembayaran). Yang berisi permintaan pembayaraan tagihan kepada Negara.
  5. SPP menjadi dasar penerbitan SPM yaitu Surat Perintah Membayar.
SPP, SPM dan dokumen anggaran lainnya yang dikeluarkan dalam rangka penyaluran Dana Desa dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme Penyaluran Dana Desa

Penyaluran Dana Desa dilakunan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untukmenampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral) ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah. yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan) dan pada akhirnya dipindahbukukan ke RKD (Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintah Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank yang ditetapkan) sebagaimana bunyi pasal 15 ayat 1 yang kemudian diterangkan lagi prosentasenya pada ayat berikutnya yang dilakukan paling lambat minggu kedua bulan bersangkutan dari rekening RKUN ke RKUD dan paling lambat 7 hari dari rekening RKUD ke RKD pada setiap tahap. Adapun tahap-tahap tersebut adalah:
  • tahap I,· pada. bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus);
  • tahap II, pada bulan Agustus sebesar40% (empat puluh per seratus); dan
  • tahap III, pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).

Penyaluran Dana Desa dari Pusat (RKUN) ke Kabupaten / Kota (RKUD)

Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD tahap I dilaksanakan oleh KPA Dana Desa setelah bupati/walikota menyampaikan peraturan daerah tentang APBD tahun anggaran berjalan dan Peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Namun pada Pasal 16 Ayat 3 menerangkan jika dalam Perda APBD belum ditetapkan maka penyaluran Dana Desa dilakukan setelah ditetapkan peraturan Bupati atau Walikota mengenai APBD dan penyampaiannya dilakukan paling lambat pada minggu ke empat bulan Maret.

Penyaluran Dana Desa dari Kabupaten / kota (RKUD) ke Desa (RKD)

Penyaluran Dana Desa dari Kabupaten (RKUD) ke Desa (RKD) dilaksanakan oleh Bupati/Walikota setelah Kepala Desa menyampaikan peraturan Desa mengenai APBDesa kepada Bupati atau Walikota yang dilakukan paling lambat pada bulan Maret. Ada pengecualian dalam pemindahbukuan dari RKUD ke RKD yang bisa diatur oleh bupati dalam hal kondisi Desa yang belum terjangkau dengan layanan perbankan yang bisa diatur oleh Bupati / Walikota mengenai penarikan Dana Desa dari RKD dengan Peraturan Bupati.
Bupati / Walikota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa setiap tahun kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan transmigrasi dan Gubernur yang dilakukan paling lambat Minggu keempat Bulan Maret tahun anggaran berikutnya.
Laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan dana desa menjadi syarat penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD tahap I tahun anggaran berikutnya dengan format yang dilampirkan pada Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa.

Penggunaan Dana Desa

Pada pasal 21 Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 penggunaan Dana Desa diatur dalam lima pasal.
Pasal 21
  1. Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan
  2. Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
  3. Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan prioritas penggunaan Dana Desa yang ditetapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
  4. Prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan pedoman umum pelaksanaan penggunaan Dana Desa
pada pasal 22 disebutkan bahwa : “Pelaksanaan kegiatan yang dibiayaidari Dana Desa berpedoman pada pedoman umum penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4) dan pedoman teknis yang diterbitkan oleh bupati/walikota.”
Lantas, bagaimana pembiayaan kegiatan yang tidak termasuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa?
Pada pasal 23 diatur bahwa Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa setelah mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Persetujuan itu diberikan pada saat evaluasi rancangan peraturan Desa mengenai Aanggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Sebelumnya, bupati/walikota memastikan pengalkasian Dana Desa untuk kegiatan yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/atau kegiatan pembangunan dan pemberdayaan telah terpenuhi.
Kemudian, kewenangan Kepala Desa, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah tentang Penggunaan Dana Desa diatur pada pasal 24. Bunyinya sebagai berikut:
  1. Kepala Desa bertanggungjawab atas penggunaan Dana Desa
  2. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan pendampingan atas penggunaan Dana Desa
  3. Tata cara pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Pelaporan Penggunaan Dana Desa

Permekeu Nomor 93/PMK.07/2015 pasal 25 juga mengatur tentang penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa.
  1. Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa kepada bupatiwalikota setiap semester.
  2. Penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: a. )semester I, paling lambat minggu keempat bulan Juli tahun anggaran berjalan; dan b.)semester II, paling lambat minggu keempat bulan Januari tahun anggaran berikutnya
  3. Bupati/walikota dapat memfasilitasi percepatan penyampaian laporan realisas penggunaan Dana Desa oleh kepala desa.
  4. Laporan realisasi penggunaan Dana Desa semester I menjadi persyaratan penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD tahap II tahun anggaran berjalan
  5. Laporan realisasi penggunaan Dana Desa semester II menjadi persyaratan penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD tahap I tahun anggaran berikutnya.
  6. Laporan realisasi penggunaan Dana Desa disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisah dari Peraturan Menteri ini.

Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dilakukan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan bersama dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melakukan pemantauan atas pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa.
Pemantauan Penyaluran Dana Desa dititikberatkan pada penetapan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan Dana Desa setiap Desa; penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD; dan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan. Dana Desa (Pasal 26 ayat 2) dan Evaluasi dilakukan pada penghitungan pembagian rincian Dana Desa setiap Desa oleh kabupaten/kota; dan realisasi penggunaan Dana Desa (Pasal 30)
Sementara itu juga Bupati/Walikota mengagendakan untuk melakukan Pemantauan dan Evaluasi SiLPA Dana Desa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Dana Desa). Jika ditemukan SiLPA lebih dari 30 persen maka Bupati/Walikota akan meminta penjelasan kepada Kepala Desa tentang SiLPA tersebut dan/atau meminta pengawas fungsional daerah untuk melakukan pemeriksaan.

Siklus Pembangunan Desa








LATAR BELAKANG
Dalam tulisan ini tidak akan terjebak pada persoalan apa itu siklus. Tetapi yang jelas, dalam proses pembangunan desa ada proses serangkaian kegiatan yang dilakukan secara rutin dalam setiap tahunnya. Itulah kenapa judul tulisan ini dinamakan Siklus Pembangunan Desa. Ada dua agenda besar dalam setiap tahunnya yang harus dilakukan oleh Desa diantaranya adalah proses Perencanaan Dan Pelaksanaan. Mungkin terkesan agak diulang-ulang karena pada tulisan yang sebelumnya sudah ada tulisan terkait Perencanaan Pembangunan DesaPelaksanaan Pembangunan DesaPerencanaanPartisipatif melalui MusDus serta Tahapan dan Sistematika Penyusunan RPJM Desadan RKP Desa. Tetapi ini harus disampaikan mengingat hingga saat ini kondisi di tingkat desa masih bias pemahaman antara Musyawarah Desa (Musdes) dengan pelaksanaan Musrenbang Desa. Hampir sebagian besar Desa ketika ditanya terkait pelaksanaan Musrenbang Desa menjawab di bulan Juni/Juli dan bulan Desember. Ada pertanyaan besar : “Kenapa pemahaman ini bisa terjadi di sebagian besar wilayah Desa?” Hal ini terjadi dimungkinkan adanya bias pemahaman antara Musdes dan Musrenbang Desa dimana masyarakat sebagian besar menganggap bahwa Musdes = Musrenbang Desa. Berangkat dari persoalan tersebut, sebelum membahas terkait dengan Musrenbang Desa, baiklah kita bahas dulu MusDes dan Musrenbang Desa berikut penjelasannya agar tidak terjadi bias pemahaman antara keduanya.

MUSYAWARAH DESA (MUSDES)
Mengacu pada UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa
Untuk memahami Musdes secara gamblang, mari kita lihat dasar hokum yang mengatur tentang Musdes mulai dari UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa hingga turunannya. Di dalam UU No.6 Tahun 2014 pasal 54 ayat 1-4 dijelaskan bahwa Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa dan Unsur masyarakat untuk membahas hal-hal yang bersifat strategis. Hal-hal yang bersifat strategis tersebut diantaranya adalah penataan desa, perencanaan desa, kerja sama desa, rencana investasi yang akan masuk ke desa, pembentukan BUMDesa, penambahan dan pelepasan asset desa, kejadian luar biasa. Musyawarah Desa dilaksanakan minimal 1x dalam 1 tahun dan biaya pelaksanaan dibiayai dari APB Desa.

Mengacu pada:
Permendagri No.114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa dan
Permendesa No.2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa
Baik yang tertuang di dalam Permendagri 114 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 6 ataupun di dalam Permendesa No.2 Tahun 2015 Pasal 2 ayat 1 dijelaskan juga bahwa Musyawarah Desa adalah musyawarah yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal-hal yang bersifat strategis.

Mengacu pada Permendagri No.114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa
Pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD. Dijelaskan lagi pada pasal 21 ayat 1, Musyawarah Desa membahas dan menyepakati laporan hasil kajian keadaan desa, rumusan arah kebijakan pembangunan Desa dan rencana prioritas kegiatan pada 4 bidang : penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Metode pembahasan dilakukan dengan cara FGD dan pembagian kelompok diskusi berdasarkan pada 4 bidang (pasal 21 ayat 2). Hasil pembahasan dijadikan dasar bagi Pemerintah Desa dalam menyusun RPJM Desa (pasal 22 ayat 2).
Pasal 31 ayat 1 dan 2, bahwa Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD dalam rangka menyusun Rencana Pembangunan Desa yang nantinya akan dijadikan dasar kepala desa untuk menyusun Rancangan RKP Desa dan DU RKP Desa. Lalu kapan Musdes dilaksanakan? Lebih lanjut pada ayat 3 dijelaskan bahwa Musyawarah Desa dilaksanakan paling lambat bulan Juni tahun berjalan. Agenda yang dibahas pada saat Musyawarah Desa adalah mencermati ulang dokumen RPJM Desa, Menyepakati hasil pencermatan ulang RPJM Desa, membentuk Tim Verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan (Pasal 32 ayat 1). Hasil pembahasan dituangkan dalam Berita Acara yang kemudian akan dijadikan dasar bagi Pemerintah Desa untuk menyusun RKP Desa (pasal 32 ayat 3-4).
Kemudian di pasal 81 ayat 2, dijelaskan bahwa