Jumat, 24 Februari 2017

Potensi Persoalan Dana Desa Menurut KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil kajian tentang sistem pengelolaan keuangan desa, baik Alokasi Dana Desa (ADD) maupun Dana Desa (DD), Jumat (12/6/2015). Kajian tersebut dilatari setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Menurut Priharsa Nugraha selaku Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, pemberlakukan UU Desa berimplikasi pada disetujuinya anggaran dari sebesar Rp 20,7 triliun yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Per April 2015, pemerintah telah menyalurkan dana desa tahap pertama untuk 63 kabupaten lebih dari Rp 898 miliar.
Kajian yang dilakukan sejak Januari 2015 tersebut, KPK menemukan 14 temuan pada empat aspek, yakni regulasi dan kelembagaan; tata laksana; pengawasan; dan sumber daya manusia.

A. Aspek regulasi dan kelembagaan

  1. Belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa;
  2. Potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri;
  3. Formula pembagian dana desa dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2015 tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan;
  4. Pengaturan pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP Nomor 43 tahun 2014 kurang berkeadilan; serta
  5. Kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa tidak efisien akibat ketentuan regulasi yang tumpang tindih.
Komisi anti rasuah juga menyoroti perubahan formula pembagian dana desa dari PP Nomor 60 Tahun 2015 menjadi PP Nomor 22 Tahun 2015. Pada Pasal 11 PP Nomor 60 Tahun 2014 formula penentuan besaran dana desa per kabupaten/kota cukup transparan dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Sementara, pada Pasal 11 PP No. 22 tahun 2015, formula pembagian dihitung berdasarkan jumlah desa, dengan bobot sebesar 90 persen dan hanya 10 persen yang dihitung dengan menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis.

B. Apek tata laksana

  1. Kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa;
  2. Satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) belum tersedia;
  3. Transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban APBDesa masih rendah;
  4. Laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi; serta
  5. APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa.
Khusus untuk poin kelima, berdasarkan regulasi yang ada, mekanisme penyusunan APBDesa dituntut dilakukan secara partisipatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, tidak selamanya kualitas rumusan APBDesa yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan prioritas dan kondisi desa tersebut.
Misalnya, Desa X yang kondisinya minim infrastruktur dan proporsi jumlah penduduk mayoritas miskin, justru memprioritaskan penggunaan APBDesa untuk renovasi kantor desa yang kondisinya masih relatif baik. Atau Desa Y yang memprioritaskan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) perdagangan cengkeh meski daerahnya minim infratruktur.

C. Aspek pengawasan

  1. Efektivitas Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah;
  2. Saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah;
  3. Ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.
D. Aspek sumber daya manusia
Potensi persoalan terletak pada tenaga pendamping yang dianggap berpotensi melakukan korupsi memanfaatkan lemahnya aparat desa. Hal ini berkaca pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perdesaan, dimana tenaga pendamping yang seharusnya berfungsi membantu masyarakat dan aparat desa, justru melakukan korupsi dan kecurangan.

Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa



Peraturan Menteri Keuangan ini sekaligus menjadi pedoman bagi kabupaten dan desa dalam menyalurkan, menggunakan, memantau serta mengevaluasi dana desa. Artinya pula, Kementerian Keuangan mengatur pengalokasian Dana Desa dari pusat hingga desa. Selain Permenkeu ini, ada tiga peraturan menteri yang menjadi pedoman pengelolaan Dana Desa dan Keuangan Desa yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendesa) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015.
Pengalokasian dana desa sebagaimana diatur dalam Permen ini dihitung berdasarkan dua hal yakni alokasi dasar (90%) dan alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta kesulitan geografis desa (10%).

Alokasi Dana Desa untuk Kabupaten/Kota

Alokasi dana desa untuk kabupaten/kota yang dihitung yang memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, serta kesulitas geografis desa sebesar 10% sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 dihitung dengan bobot sebagai berikut:
  1. 25% untuk jumlah penduduk
  2. 35% untuk angka kemiskinan desa
  3. 10% untuk luas wilayah desa
  4. 30% untuk tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota.
Sementara pengitungan rincian Dana Desa setiap kabupaten kota sebagaimana diatur pada pasal 4 ayat 3, menggunakan formula sebagai berikut: X = (0,25 x Y1) + (0,35 x Y2) + (0,10 x Y3) + (0,30 x Y40)
Keterangan:
X = Dana Desa kabupaten/kota yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis Desa setap kabupaten/kota
Y1 = rasio jumlah penduduk Desa setiap kabupaten/kota terhadap total penduduk Desa nasional
Y2 = rasio jumlah penduduk miskin Desa setiap kabupaten.kota terhadap total penduduk miskin Desa nasional
Y3 = rasio luas wilayah Desa setiap kabupaten/kota terhadap luas wilayah Desa nasional
Y4 = rasio Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) kabupaten/kota terhadap total IKK kabupaten/kota yang memiliki Desa
Kemudian di Pasal 4 ayat 4 dan pasal 5 ayat 1, diterangkan bahwa data jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan IKK kabupaten/kota bersumber dari kementerian yang berwenangan atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat bulan Agustus. Data hasil perhitungan rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota kemudian disampaikan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada saat Pembahasan Tingkat I Nota Keuangan dan Rancangan Undang-undang mengenai APBN untuk mendapat persetujuan. Selanjutnya, rincian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) ditetapkan berdasarkan pagu Dana Desa dalam UU tentang APBN.

Alokasi Dana Desa untuk Desa

Alokasi Dana Desa untuk desa didasarkan pada alokasi Dana Desa untuk kabupaten/kota. Bupati/walikota kemudian menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa untuk Desa. Selain itu, bupati.walikota harus menyediakan beberapa peraturan sebagimana diatur dalam pasa 11 ayat 2, antara lain:
  1. tata cata penghitungan rincian Dana Desa
  2. penetapan rincian Dana Desa
  3. mekanisme dan tahap penyaluran Dana Desa
  4. prioritas penggunaan Dana Desa
  5. penyusunan dan penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa
  6. sanksi berupa penundaan penyaluran dan pemotongan Dana Desa
Pada Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 pasal 9 ayat 1 perhitungan pengalokasian Dana Desa untuk Desa menggunakan perhitungan sebagai berikut :
  1. 25% untuk jumlah penduduk
  2. 35% untuk angka kemiskinan desa
  3. 10% untuk luas wilayah desa
  4. 30% untuk tingkat kesultian geografis desa setiap kabupaten.kota.
Kemudian, pada pasal 9 ayat 3 diterangkan perhitungan rincian Dana Desa setiap Desa menggunakan formulasi : W = (0,25 x Z1) + (0,35 x Z2) + (0,10 x Z3) + (0,30 x Z4)
Keterangan:
W = Dana Desa setiap Desa yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis setiap desa
Z1 = rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Z2 = rasio jumlah penduduk miskin Desa setiap terhadap total penduduk miskin Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Z3 = rasio luas wilayah Desa setiap terhadap luas wilayah Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Z4 = rasio Indeks Kesulitan Geografis (IKG) setiap Desa terhadap total IKG Desa kabupaten/kota yang bersangkutan
Pada pasal 10 ayat 2, IKG desa ditentukan oleh faktor-faktor:
  1. ketersediaan prasarana pelayanan dasar;
  2. kondisi infrastruktur
  3. aksesibilitas/transportasi

Penyaluran Dana Desa

Bab III Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 tentang penyaluran Dana Desa terdiri dari lima bagian yang terbagi menjadi sembilan pasal, yakni pasal 12 sampai dengan 20.
  1.  Kuasa Pengguna Anggaran yaitu Direktur Dana Perimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) Dana Desa. (Pasal 12 Ayat 1), dan tugas serta kewenangannnya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Dokumen Pelaksana Anggaran, KPA Dana Desa menyusun DIPA Dana Desa berdasarkan rincian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota (Pasal 13 Ayat 1). DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Dana Desa disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk mendapatkan pengesahan (pasal 13 ayat 2).
  3. Berdasarkan DIPA Dana Desa KPA Dana Desa menerbitkan SKPR DD. (SKPR DD, Surat Keputusan Penetapan Rincian Dana Desa adalah surat Keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran yang memuat rincian jumlah Dana Desa setiap Kabupaten/Kota dalam satu tahun anggaran.)
  4. Berdasarkan SKPR DD maka KPA Dana Desa menerbitkan SPP (Surat Permintaan Pembayaran). Yang berisi permintaan pembayaraan tagihan kepada Negara.
  5. SPP menjadi dasar penerbitan SPM yaitu Surat Perintah Membayar.
SPP, SPM dan dokumen anggaran lainnya yang dikeluarkan dalam rangka penyaluran Dana Desa dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme Penyaluran Dana Desa

Penyaluran Dana Desa dilakunan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri selaku Bendahara Umum Negara untukmenampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral) ke RKUD (Rekening Kas Umum Daerah. yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan) dan pada akhirnya dipindahbukukan ke RKD (Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat penyimpanan uang Pemerintah Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank yang ditetapkan) sebagaimana bunyi pasal 15 ayat 1 yang kemudian diterangkan lagi prosentasenya pada ayat berikutnya yang dilakukan paling lambat minggu kedua bulan bersangkutan dari rekening RKUN ke RKUD dan paling lambat 7 hari dari rekening RKUD ke RKD pada setiap tahap. Adapun tahap-tahap tersebut adalah:
  • tahap I,· pada. bulan April sebesar 40% (empat puluh per seratus);
  • tahap II, pada bulan Agustus sebesar40% (empat puluh per seratus); dan
  • tahap III, pada bulan Oktober sebesar 20% (dua puluh per seratus).

Penyaluran Dana Desa dari Pusat (RKUN) ke Kabupaten / Kota (RKUD)

Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD tahap I dilaksanakan oleh KPA Dana Desa setelah bupati/walikota menyampaikan peraturan daerah tentang APBD tahun anggaran berjalan dan Peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Namun pada Pasal 16 Ayat 3 menerangkan jika dalam Perda APBD belum ditetapkan maka penyaluran Dana Desa dilakukan setelah ditetapkan peraturan Bupati atau Walikota mengenai APBD dan penyampaiannya dilakukan paling lambat pada minggu ke empat bulan Maret.

Penyaluran Dana Desa dari Kabupaten / kota (RKUD) ke Desa (RKD)

Penyaluran Dana Desa dari Kabupaten (RKUD) ke Desa (RKD) dilaksanakan oleh Bupati/Walikota setelah Kepala Desa menyampaikan peraturan Desa mengenai APBDesa kepada Bupati atau Walikota yang dilakukan paling lambat pada bulan Maret. Ada pengecualian dalam pemindahbukuan dari RKUD ke RKD yang bisa diatur oleh bupati dalam hal kondisi Desa yang belum terjangkau dengan layanan perbankan yang bisa diatur oleh Bupati / Walikota mengenai penarikan Dana Desa dari RKD dengan Peraturan Bupati.
Bupati / Walikota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa setiap tahun kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan transmigrasi dan Gubernur yang dilakukan paling lambat Minggu keempat Bulan Maret tahun anggaran berikutnya.
Laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan dana desa menjadi syarat penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD tahap I tahun anggaran berikutnya dengan format yang dilampirkan pada Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa.

Penggunaan Dana Desa

Pada pasal 21 Permenkeu Nomor 93/PMK.07/2015 penggunaan Dana Desa diatur dalam lima pasal.
Pasal 21
  1. Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan
  2. Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
  3. Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan prioritas penggunaan Dana Desa yang ditetapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
  4. Prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan pedoman umum pelaksanaan penggunaan Dana Desa
pada pasal 22 disebutkan bahwa : “Pelaksanaan kegiatan yang dibiayaidari Dana Desa berpedoman pada pedoman umum penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4) dan pedoman teknis yang diterbitkan oleh bupati/walikota.”
Lantas, bagaimana pembiayaan kegiatan yang tidak termasuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa?
Pada pasal 23 diatur bahwa Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk dalam prioritas penggunaan Dana Desa setelah mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Persetujuan itu diberikan pada saat evaluasi rancangan peraturan Desa mengenai Aanggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Sebelumnya, bupati/walikota memastikan pengalkasian Dana Desa untuk kegiatan yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/atau kegiatan pembangunan dan pemberdayaan telah terpenuhi.
Kemudian, kewenangan Kepala Desa, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah tentang Penggunaan Dana Desa diatur pada pasal 24. Bunyinya sebagai berikut:
  1. Kepala Desa bertanggungjawab atas penggunaan Dana Desa
  2. Pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan pendampingan atas penggunaan Dana Desa
  3. Tata cara pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Pelaporan Penggunaan Dana Desa

Permekeu Nomor 93/PMK.07/2015 pasal 25 juga mengatur tentang penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa.
  1. Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa kepada bupatiwalikota setiap semester.
  2. Penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: a. )semester I, paling lambat minggu keempat bulan Juli tahun anggaran berjalan; dan b.)semester II, paling lambat minggu keempat bulan Januari tahun anggaran berikutnya
  3. Bupati/walikota dapat memfasilitasi percepatan penyampaian laporan realisas penggunaan Dana Desa oleh kepala desa.
  4. Laporan realisasi penggunaan Dana Desa semester I menjadi persyaratan penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD tahap II tahun anggaran berjalan
  5. Laporan realisasi penggunaan Dana Desa semester II menjadi persyaratan penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD tahap I tahun anggaran berikutnya.
  6. Laporan realisasi penggunaan Dana Desa disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisah dari Peraturan Menteri ini.

Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dilakukan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan bersama dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melakukan pemantauan atas pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa.
Pemantauan Penyaluran Dana Desa dititikberatkan pada penetapan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan Dana Desa setiap Desa; penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD; dan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan. Dana Desa (Pasal 26 ayat 2) dan Evaluasi dilakukan pada penghitungan pembagian rincian Dana Desa setiap Desa oleh kabupaten/kota; dan realisasi penggunaan Dana Desa (Pasal 30)
Sementara itu juga Bupati/Walikota mengagendakan untuk melakukan Pemantauan dan Evaluasi SiLPA Dana Desa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Dana Desa). Jika ditemukan SiLPA lebih dari 30 persen maka Bupati/Walikota akan meminta penjelasan kepada Kepala Desa tentang SiLPA tersebut dan/atau meminta pengawas fungsional daerah untuk melakukan pemeriksaan.

Siklus Pembangunan Desa








LATAR BELAKANG
Dalam tulisan ini tidak akan terjebak pada persoalan apa itu siklus. Tetapi yang jelas, dalam proses pembangunan desa ada proses serangkaian kegiatan yang dilakukan secara rutin dalam setiap tahunnya. Itulah kenapa judul tulisan ini dinamakan Siklus Pembangunan Desa. Ada dua agenda besar dalam setiap tahunnya yang harus dilakukan oleh Desa diantaranya adalah proses Perencanaan Dan Pelaksanaan. Mungkin terkesan agak diulang-ulang karena pada tulisan yang sebelumnya sudah ada tulisan terkait Perencanaan Pembangunan DesaPelaksanaan Pembangunan DesaPerencanaanPartisipatif melalui MusDus serta Tahapan dan Sistematika Penyusunan RPJM Desadan RKP Desa. Tetapi ini harus disampaikan mengingat hingga saat ini kondisi di tingkat desa masih bias pemahaman antara Musyawarah Desa (Musdes) dengan pelaksanaan Musrenbang Desa. Hampir sebagian besar Desa ketika ditanya terkait pelaksanaan Musrenbang Desa menjawab di bulan Juni/Juli dan bulan Desember. Ada pertanyaan besar : “Kenapa pemahaman ini bisa terjadi di sebagian besar wilayah Desa?” Hal ini terjadi dimungkinkan adanya bias pemahaman antara Musdes dan Musrenbang Desa dimana masyarakat sebagian besar menganggap bahwa Musdes = Musrenbang Desa. Berangkat dari persoalan tersebut, sebelum membahas terkait dengan Musrenbang Desa, baiklah kita bahas dulu MusDes dan Musrenbang Desa berikut penjelasannya agar tidak terjadi bias pemahaman antara keduanya.

MUSYAWARAH DESA (MUSDES)
Mengacu pada UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa
Untuk memahami Musdes secara gamblang, mari kita lihat dasar hokum yang mengatur tentang Musdes mulai dari UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa hingga turunannya. Di dalam UU No.6 Tahun 2014 pasal 54 ayat 1-4 dijelaskan bahwa Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa dan Unsur masyarakat untuk membahas hal-hal yang bersifat strategis. Hal-hal yang bersifat strategis tersebut diantaranya adalah penataan desa, perencanaan desa, kerja sama desa, rencana investasi yang akan masuk ke desa, pembentukan BUMDesa, penambahan dan pelepasan asset desa, kejadian luar biasa. Musyawarah Desa dilaksanakan minimal 1x dalam 1 tahun dan biaya pelaksanaan dibiayai dari APB Desa.

Mengacu pada:
Permendagri No.114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa dan
Permendesa No.2 Tahun 2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa
Baik yang tertuang di dalam Permendagri 114 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 6 ataupun di dalam Permendesa No.2 Tahun 2015 Pasal 2 ayat 1 dijelaskan juga bahwa Musyawarah Desa adalah musyawarah yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal-hal yang bersifat strategis.

Mengacu pada Permendagri No.114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa
Pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD. Dijelaskan lagi pada pasal 21 ayat 1, Musyawarah Desa membahas dan menyepakati laporan hasil kajian keadaan desa, rumusan arah kebijakan pembangunan Desa dan rencana prioritas kegiatan pada 4 bidang : penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Metode pembahasan dilakukan dengan cara FGD dan pembagian kelompok diskusi berdasarkan pada 4 bidang (pasal 21 ayat 2). Hasil pembahasan dijadikan dasar bagi Pemerintah Desa dalam menyusun RPJM Desa (pasal 22 ayat 2).
Pasal 31 ayat 1 dan 2, bahwa Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD dalam rangka menyusun Rencana Pembangunan Desa yang nantinya akan dijadikan dasar kepala desa untuk menyusun Rancangan RKP Desa dan DU RKP Desa. Lalu kapan Musdes dilaksanakan? Lebih lanjut pada ayat 3 dijelaskan bahwa Musyawarah Desa dilaksanakan paling lambat bulan Juni tahun berjalan. Agenda yang dibahas pada saat Musyawarah Desa adalah mencermati ulang dokumen RPJM Desa, Menyepakati hasil pencermatan ulang RPJM Desa, membentuk Tim Verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan (Pasal 32 ayat 1). Hasil pembahasan dituangkan dalam Berita Acara yang kemudian akan dijadikan dasar bagi Pemerintah Desa untuk menyusun RKP Desa (pasal 32 ayat 3-4).
Kemudian di pasal 81 ayat 2, dijelaskan bahwa 

TEKNIK PENYUSUNAN RKP DESA


Posted on May 1, 2013 by Ismail Nurdin (IPDN SUMBAR)

Perencanaan pembangunan desa yang baik dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, karena masyarakat yang tahu apa masalah yang dihadapinya, apa potensi yang ada di wilayahnya dan mereka yang tahu  apa yang harus dilakukannya. Paling tidak perencanaan pembangunan desa termuat dalam dokumen yang disusun secara partisipatif dalam  Rencana Jangka Panjang Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pembangunan (RKP).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 tahun 2007, Rencana Kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disingkat (RKP-Desa) adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun dan merupakan penjabaran dari RPJM-Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutahirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan RPJM-Desa.
Setiap tahun pada bulan Januari, biasanya didesa-desa diselenggarakan musrenbang untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Penyusunan dokumen

PENTINGNYA PERENCANAAN DESA


Desentralisasi merupakan wujud otonomi daerah di Indonesia telah berkembang pesat, tidak hanya pada aspek pendidikan, kebudayaan, politik namun juga ekonomi. Desa sebagai salah satu bagian pemerintahan paling kecil menempati posisi strategis menjadi garda terdepan sebagai pembangunan manusia Indonesia. Sayangnya hal ini tidak banyak disadari baik oleh pemerintah pusat, propinsi maupun daerah. Padahal ujung tombak pembangunan daerah itu terletak di desa. Terlebih lagi pasca dikeluarkannya PP No 72 Tahun 2005 yang menjabarkan beberapa peran strategis Desa. Saat inipun tengah di godok undang-undang desa. Hal ini menandakan bahwa desa benar-benar menjadi urat nadi pemerintahan yang perlu dibangun secara utuh.
Dalam aspek perencanaan, ada banyak klausul yang menyebutkan (dalam PP tersebut) keharusan desa mempersiapkan segala jenis rencana pembangunan secara matang serta bertanggungjawab. Matang disini dapat dilihat dari pentingnya perencanaan jangka panjang atau 5 tahunan (RPJMDes) hingga tah

PROGRAM HIBAH BINA DESA



Standard

“Komitmen Menristekdikti pada Agenda Nawa Cita 3, membangun Indonesia dari pinggiran, menunjukkan aksi nyata dan strategis dengan melibatkan para calon pemimpin bangsa di masa depan pada isue Desa” – perdesaansehat.com
HanibalHamidi #HibahDiriTukDesa

2/22/17, 19:08:43: Pak Rusdi Simpati: Yth. Rektor/Ketua/Direktur Perguruan Tinggi
di lingkungan Kopertis Wilayah VII
Menindaklanjuti surat Direktur Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti no: 291/B3.3/KM/2017 tanggal 8 Februari 2017 perihal Tawaran Program Hibah Bina Desa 2017, bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa, dalam rangka menumbuhkan rasa peduli mahasiswa untuk berkontribusi kepada masyarakat de

Sabtu, 18 Februari 2017

Pengertian Kepemimpinan, Pemimpin dan Pimpinan

1.         Pengertian Kepemimpinan.
Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan tertinggi ( pimpinan puncak/top manajer ) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan  (leadership) bagi organisasi sebagai satu kesatuan.
Pengertian kepemimpinan banyak dikemukakan para ahli seperti :
a.       Stephen P Robbins ( 1991 )
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian ( tujuan)
b.      Robert G Owens (1995)
Kepemimpinan merupakan suatu interaksi antar suatu pihak yang memimpin dengan yang dipimpin
c.       Robert Kreitther dan Angelo dan Kinicki
Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi anggota untuk mencapai tujuan  organisasi secara sukarela
d.      H. Hadari Nawawi
Kepemimpinan adalah kemampuan / kecerdasan mendorong sejumlah orang ( dua orang atau lebih) agar bekerjasama dalam

Selasa, 14 Februari 2017

Senin, 13 Februari 2017

PENGERTIAN PERATURAN DESA

PENGERTIAN PERATURAN DESA

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa..

MANFAAT PERATURAN DESA
  1. Sebagai pedoman kerja bagi semua pihak dalam penyelenggaraan kegiatan di desa
  2. Terciptanya tatanan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang di desa
  3. Memudahkan pencapaian tujuan
  4. Sebagai acuan dalam rangka pengendalian dan pengawasan
  5. Sebagai dasar .pengenaan sanksi atau hukuman
  6. Mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kesalahan
JENIS-JENIS PERATURAN DESA

Jenis dan ragam Peraturan Desa yang disusun dan ditetapkan bergantung pada kebutuhan penyelenggara pemerintahan di desa. Untuk itu diharapkan kepada Pemerintah Desa dan BPD agar dapat mengidentifikasi topik-topik yang perlu dibuat sebagai Peraturan Desa. Tingkat kepentingan ini hendaknya dilihat dalam kerangka kepentingan sebagian besar masyarakat agar Peraturan Desa yang dibuat benar-benar aspiratif.
Peraturan Desa juga perlu dibuat karena adanya perintah atau keharusan yang ditetapkan melalui

Klasifikasi Desa

Klasifikasi Desa

Desa dapat diklasifikasikan menurut: 

Menurut aktivitasnya

  • Desa agraris, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang pertanian dan perkebunanan.
  • Desa industri, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang industri kecil rumah tangga.
  • Desa nelayan, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang perikanan dan pertambakan.

Menurut tingkat perkembangannya

  • Desa Swadaya

Desa swadaya adalah desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan ciri:
  1. Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
  2. Penduduknya jarang.
  3. Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
  4. Bersifat tertutup.
  5. Masyarakat memegang teguh adat.
  6. Teknologi masih rendah.
  7. Sarana dan prasarana sangat kurang.
  8. Hubungan antarmanusia sangat erat.
  9. Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.
  • Desa Swakarya

Desa swakarya adalah peralihan atau transisi dari desa swadaya menuju desa swasembada. Ciri-ciri desa swakarya adalah:
  1. Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh.
  2. Sudah mulai menpergunakan alat-alat dan teknologi
  3. Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian.
  4. Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain.
  5. Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.
  • Desa Swasembada

Desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional. Ciri-ciri desa swasembada
  1. kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan.
  2. penduduknya padat-padat.
  3. tidak terikat dengan adat istiadat
  4. telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan labih maju dari desa lain.
  5. partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.

Potensi Desa

Potensi desa dibagi menjadi 2 macam yaitu:
  • Potensi fisik yang meliputi, tanah air, iklim dan cuaca, flora dan fauna
  • Potensi non fisik, meliputi; masyarakat desa,

Pedoman Kerja Pemerintahan Desa

Dalam hal ini desa merupakan suatu kesatuan didalam pemerintahan sehingga desa tidak terlepas dari aturan atau ketentuan yang ditentukan oleh pemerintah baik itu pemerintahan daerah kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat.
Didalam menjalankan roda pemerintahannya desa diatur dengan undang-undang atau peraturan yang dibuat pemerintah diatasnya. didalam menjalankan peraturan pemerintah memberikan pedoman-pedoman agar senantiasa terciptanya atau berjalannya peraturan tersebut. tidak hanya dalam bentuk pedoman terkadang pemerintah memberikan pelatihan dan bimbingan kepada perangkat desa.
dibawah ini beberapa pedoman yang dapat membantu pemerintahan desa dalam menjalan pemerintahannya, untuk melihatnya silahkan klik tautan dibawah ini :
  1. LPJ Keuangan Desa
  2. Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Sekdes
  3. Administrasi Pemerintah Desa
  4. Musrenbangdes
  5. Struktur APBDES
  6. Draft Perdes APBDES
  7. Pengelolaan Keuangan Desa
Itulah beberapa pedoman yang mungkin dapat membantu kita dan semoga kita senantiasa dapat melaksanakan dan merealisasikannya dalam menjalankan pemerintahan di Desa.

Selasa, 07 Februari 2017

Senin, 06 Februari 2017

Kuadran Waktu


Dalam bukunya yang legendaris "The 7 Habits of Highly Effective People" (1993) Stephen R. Coveymenjelaskan bahwa seluruh aktivitas manusia dapat dibagi dalam 4 kelompok besar:

Ø Penting dan Genting.
Ø Penting namun Tidak Genting.
Ø Tidak Penting namun Genting.
Ø Tidak Penting dan Tidak Genting.

Aktifitas Anda di kantor pun dapat dikelompokkan ke dalam 4 kelompok di atas. Kelompok atau kuadran pertama, begitu Covey menyebutnya, adalah hal-hal yang penting dan genting sehingga harus segera dilakukan. Meeting yang terjadwal sebelumnya, tugas mendadak dari bos, deadline yang sudah mendesak, adalah sebagian contoh kegiatan kuadran I ini.

Berikutnya adalah kegiatan-kegiatan pada kuadran II: hal-hal penting namun tidak harus segera dikerjakan. Contohnya adalah pembuatan budget, manpower planning, telepon kepada klien atau pelanggan untuk sekedar menjalin hubungan, dan sebagainya.

Kuadran III adalah kegiatan yang sebenarnya tidak penting namun mendesak untuk dilakukan. Misalnya tamu yang tiba-tiba datang hanya untuk mengobrol, telepon dari salesman, maupun appointment tidak penting namun terlanjur Anda janjikan.

Yang terakhir adalah aktivitas kuadran IV, sesuatu yang tidak penting dan juga tidak harus Anda lakukan segera. Misalnya mengobrol, bermain game, menonton dan membalas e-mail-email yang tidak penting, atau bahkan melakukan chatting selama jam kerja

Kunci dari penggunaan waktu yang efektif adalah memfokuskan waktu Anda untuk melakukan kegiatan-kegiatan pada kuadran II. Sebagai seorang manajer, perencanaan, identifikasi dan antisipasi masalah, pengerjaan proyek secara bertahap dan progresif, delegasi dan follow up maupun evaluasi haruslah menjadi sebagian besar kegiatan Anda. Kadang-kadang aktifitas kuadran I terpaksa tidak bisa dihindari. Apabila bos besar tiba-tiba memanggil Anda dan memberikan tugas yang harus segera diselesaikan, tentu tidak pada tempatnya Anda menolak dengan dalih apapun. Kecelakaan kerja yang terjadi wajib segera ditangani. Telepon dari klien penting harus segera dilayani. Yang penting adalah mencegah agar seluruh tugas penting Anda menjadi urgent untuk diselesaikan karena sifat menunda-nunda, tidak antisipatif atau bahkan hanya karena lupa untuk mengerjakannya.

Kuadran II sedapat mungkin dihindari, walaupun tidak mungkin untuk menghilangkannya sama sekali. Telepon dari si kecil di rumah tetap harus dilayani kalau Anda tidak ingin dimusuhi buah hati Anda. Yang betul-betul harus dijauhi adalah kegiatan di kuadran IV. Hargai waktu Anda sendiri dengan tidak mengerjakan hal-hal yang tidak produktif, yang akhirnya membuat prestasi dan hasil kerja Anda di mata atasan menjadi buruk.

Perlu diingat bahwa untuk menilai apakah kegiatan Anda termasuk pada kuadran tertentu, Anda harus melihat "sikon" (situasi dan kondisi-red) dan waktu pelaksanaannya. Satu contoh: membalas e-mail seorang sahabat lama bisa jadi masuk dalam kategori IV bila ia sudah sering mengirim e-mail kepada Anda, dan Anda harus melakukannya di saat Anda juga harus menyelesaikan satu tugas penting. Namun kegiatan yang sama bisa masuk dalam kategori kuadran II jika Anda melakukannya disaat yang lebih senggang dan baru kali ini ia memberi kabar setelah sekian tahun. Menjalin network juga merupakan kegiatan yang penting bagi Anda bukan?

Yang penting adalah kemampuan Anda untuk menilai hal-hal yang penting. Apa yang menjadi prioritas. Sekali lagi, kuncinya adalah identifikasi prioritas. Dahulukan yang utama. First Things First. Jadi, yang harus Anda lalukan adalah bukan do the things right, tetapi do the right things.

Minggu, 05 Februari 2017

Prioritas Penggunaan Dana Desa



Buku Tanya Jawab Seputar Dana Desa - Salah satu ketentuan penting dari Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa adalah hadirnya Dana Desa yang bersumber dari APBN. Dana Desa merupakan bentuk kongkrit pengakuan Negara terhadap hak asal-usul Desa dan kewenangan lokal berskala Desa. Dana Desa diharapkan dapat memberi tambahan energi bagi Desa dalam melakukan pembangunan dan pemberdayaan Desa, menuju Desa yang kuat, maju dan mandiri. Begitu penting dan strategisnya Dana Desa, sehingga wajar apabila Dana Desa mendapat perhatian sangat besar dari publik, karena nilai nominalnya yang relatif besar. Sementara banyak pihak yang merasa waswas terhadap kompetensi dan kapabilitas perangkat Desa dalam pengelolaan dana tersebut. Sepanjang tahun 2015, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi telah mempelajari dan mengevaluasi berbagai kekurangan dan kelemahan dalam implementasi UU Desa, khususnya terkait Dana Desa. Hasilnya, kami masih menemukan banyaknya pertanyaan baik dari masyarakat Desa, Pemerintahan Desa, maupun stakeholders Desa. Umumnya pertanyaan tersebut berhubungan dengan aspek perencanaan, penggunaan, dan pertanggung-jawaban Dana Desa.

Hal lain yang mendasar adalah pemahaman masyarakat dalam membedakan Dana Desa yang bersumber dari APBN dan Alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBD. Penekanan terhadap perbedaan dua nomenklatur tersebut penting menjadi perhatian, bukan semata-mata karena alasan administratif ketatanegaraan, tetapi juga karena keduanya memiliki dasar filosofis yang berbeda.

Melalui buku ini, berbagai pertanyaan tentang Dana Desa yang paling sering diajukan oleh masyarakat Desa, perangkat Desa, maupun stakeholder Desa, akan diulas melalui jawaban-jawaban yang lugas dan opsional. Beberapa pertanyaan yang tampak ‘ringan’ dibahas secara eksploratif. Misalnya, kenapa Dana Desa tidak boleh digunakan untuk membangun kantor Desa, untuk seragam perangkat Desa, untuk membangun SD atau SMP, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, buku ini disusun sebagai media sosialisasi Dana Desa sekaligus pedoman bagi masyarakat, Pemerintahan Desa, serta stakeholder Desa dalam mengelola Dana Desa sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Kami berharap hadirnya buku ini dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam rangka melaksanakan visi pembangunan dan pemberdayaan Desa, yakni mewujudkan Desa yang kuat, mandiri, dan demokratis.



unduh di sini